Pasalnya, pembangunan pabrik tersebut dinilai belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dari Pemkab Jombang.
Selain berpolemik karena tidak memiliki kelengkapan dokumen perizinan, lokasi pendirian pabrik juga memunculkan masalah baru, yakni tidak adanya perhatian khusus bagi warga yang terdampak disekitar lokasi pabrik.
Dalam hal ini, puluhan warga yang tergabung di Forum Komunikasi Warga Bandar Kedungmulyo (FKWBK), geruduk Balai Desa Bandar Kedungmulyo untuk meminta beberapa tuntutan kepada pihak pabrik.
Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Desa Bandar Kedungmulyo bersama Forkopimcam, menggelar rapat dengar pendapat di Balai Desa setempat pada Selasa, (14/05/2024).
Camat Bandarkedungmulyo, Hariyanto pada rapat tersebut menyampaikan, bahwa pihaknya akan menampung semua aspirasi masyarakat, terkait ijin berdirinya pabrik dan adanya juga warga yang terdampak.
"Terkait ijin pendirian bangunan pabrik, dari pihak Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Forkopimcam dan pihak pemerintah Desa tidak ada kewenangan,"terangnya.
Salah satu tokoh masyarakat mengatakan, bahwa pihaknya mewakili masyarakat Desa Bandar Kedungmulyo, menyampaikan agar pihak pabrik menyelesaikan kelengkapan ijin pembangunan.
"Jika permintaan masyarakat yang terdampak dengan adanya pembangunan PT Platinum Cemerlang Indonesia ini tidak diselesaikan, maka akan menimbulkan polemik dan menjadi konsumsi publik,"terangnya.
Dia menambahkan, dengan adanya rapat dengar pendapat ini, agar Pemerintah Desa Bandar Kedungmulyo dan Forkopimcam bisa mendorong segera mungkin untuk menindaklanjuti kepada pihak pabrik.
"Tentunya tidak hanya cuman harapan, akan tetapi harus ada perjanjian penandatanganan hitam diatas putih,"ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Forum Komunikasi Warga Bandar Kedungmulyo (FKWBK), Jatmiko menjelaskan, bahwa waktu itu petani setuju dengan adanya pembangunan pabrik, karena mereka menjual tanahnya.
"Karena mereka menerima hasil penjualan tanah. Tapi dampak yang diberikan pabrik tersebut bukan hanya pemilik lahan, akan tetapi masyarakat disekitar lokasi pabrik,"ungkapnya.
Jatmiko menambahkan, akibat dari kejadian tersebut, seharusnya pihak desa maupun pabrik mengadakan musyawarah bersama.
"Seharusnya sebelum pabrik itu berdiri, masyarakat dikumpulkan dan di ajak musyawarah bersama pihak pabrik. Bukan hanya satu atau dua orang yang diajak musyawarah dan dimintai tanda tangan, sehingga tidak menimbulkan polemik seperti ini,"tegas Jatmiko.
Posting Komentar