Gabungan aktivisme Laporkan Dugaan Pelanggaran Kontrak Politik Calon Bupati ke Bawaslu Pasuruan

 


Pasuruan - Sebuah langkah diambil oleh sejumlah aktivis yang tergabung dalam berbagai komponen masyarakat di Kabupaten Pasuruan. Pada hari Selasa (3 September 2024), mereka mengajukan laporan serius kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Pasuruan, terkait dugaan pelanggaran dalam kontrak politik yang dibuat antara calon Bupati Pasuruan, HM Rusdi Sutejo, dan Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) Kabupaten Pasuruan . Laporan ini memunculkan kekhawatiran dikalangan masyarakat mengenai integritas proses demokrasi dikabupaten Pasuruan


Imam Rusdian salah satu unsur pelapor yang berasal dari perkumpulan Cakra Berdaulat mengungkapkan bahwa MoU antara HM Rusdi Sutejo dan PPDI bukan sekadar perjanjian biasa.

“Ini adalah langkah yang secara mendasar melanggar prinsip netralitas yang harus dilindungi oleh perangkat desa,” ujarnya, dengan nada yang mencerminkan kekhawatiran yang mendalam. Menurutnya, perjanjian ini meminta perangkat desa untuk mendukung dan mensosialisasikan satu calon tertentu dalam Pilkada mendatang, suatu tindakan yang jelas bertentangan dengan UU No. 6 Tahun 2014 tentang pemerintahan Desa, khususnya Pasal 51 yang mewajibkan perangkat desa bersikap adil dan tidak memihak.


Musa, Ketua DPD LSM Gerah menekankan bahwa tindakan semacam ini tidak hanya mencoreng netralitas, tetapi juga berpotensi mengganggu pelayanan publik di tingkat desa.

“Bayangkan, jika perangkat desa terikat oleh kepentingan politik, objektivitas dalam pelayanan publik akan hilang dan ini bisa memicu diskriminasi terhadap warga negara yang tidak sejalan dengan pilihan politik mereka,” ujar Musa, menampilkan kekhawatiran mendalam akan dampak sosial yang mungkin terjadi.


Namun, hal yang paling tersirat adalah potensi konsekuensi hukum dari pelanggaran ini. Musa Abidin menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 53 UU No. 6 Tahun 2014, perangkat desa yang melanggar prinsip netralitas dapat dikenakan sanksi administratif yang jika dibiarkan, bisa berakhir pada penghentian. Apalagi jika pelanggaran ini terbukti meluas dan sistematis, UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada memungkinkan izin hasil Pilkada oleh Mahkamah Konstitusi.


Orientasi dari laporan tersebut memberi pesan bukan hanya tentang kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku, tetapi juga tentang mempertahankan integritas demokrasi di Kabupaten Pasuruan.

“Jika prinsip netralitas dirusak, maka kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi akan runtuh. Ini adalah bentuk peringatan bagi semua pihak yang terlibat,” tegas Imam Rusdian. 


Pelaporan ini mencerminkan tekad kuat para aktivis untuk memastikan demokrasi di Kabupaten Pasuruan berjalan dengan jujur ​​dan adil. Dengan langkah ini, mereka berharap Bawaslu segera mengambil tindakan yang tegas, untuk menjaga kualitas demokrasi dan mencegah terjadinya praktik-praktik serupa di masa depan. Bagi rekan-rekan aktivis ini adalah perjuangan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu yang seharusnya bebas dari intervensi politik yang tidak seharusnya.


(M4m) 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama